Text
Pulang
Tamin adalah seorang warga sebuah desa yang terletak di lereng Gunung Wilis. Ia merupakan pejuang yang tujuh tahun lalu ikut berperang dan sebagai anggota heiho Jepang. Setelah tujuh tahun meninggalkann kampong halamannya dan pergi jauh hingga ke negara seberang,
kini Tamin telah kembali ke kampung halamannya yang sangat ia rindukan. Pemandangan indah yang tampak di depan matanya yang masih sama seperti dulu saat sebelum ia meninggalkan desa ini seakan menghapuskan kerinduannya pada tanah kelahirannya ini. Ia tak sabar ingin bertemu keluarganya. Setelah puas memandangi alam di sekitar desanya, ia bergegas menuju gubuk tempat ia di besarkan. Beberapa saat berjalan memasuki desanya kini di depan hadapannya tampak sebuah gubuk tua yang tak asing lagi baginya.
Ketika ia memasuki pintu rumah itu seorang perempuan tua terkejut melihat kedatangan Tamin. Perempuan tua itu tak lain dan tak bukan adalah ibu Tamin. Perempuan tersebut tak kuasa meneteskan air mata ketika melihat Tamin kini tlah kembali dengan selamat. Suasana di dalam gubuk tua itu menjadi riuh karena kedatangan Tamin malam itu. Ayah Tamin yang begitu gembira memanggil Sumi yang sedang berada di dapur. Sumi adalah adik sematawayang Tamin. Ayah menyuruh Sumi untuk menangkap ayam di belakang rumah dan membagikannya pada warga sekitar sebagai wujud syukur atas kepulangan Tamin.
Tamin menanyakan teman-teman sepermainnya dulu kepada Ibunya. Lalu ibu Tamin menceritakan tentang teman-temannya yang telah gugur saat melawan penjajah. Ibu dan Sumi yang penasaran akan pengalaman Tamin selama meninggalkan rumah nyuruh Tamin menceritakan pengalamannya.
Keesokan harinya. Pagi-pagi sekali Tamin mulai membersihkan halaman rumah dan juga merapikan kandang di belakang rumah. Ia terkejut karena semua sapi untuk membajak sawah kini satu pun tak ada yang tersisa di kandang. Lalu Sumi menjelaskan padanya bahwa sapi-sapi miliknya telah habis untuk kebutuhan keluarga. Besok Tamin berencana pergi ke kota membeli sapi dan baju untuk Sumi. Namun, Tamin di larang oleh ibunya karena tak ada gunanya membeli sapi karena mereka telah tidak punya sawah lagi. Sawah yang mereka punya telah di gadaikan demi keselamatan Ayahnya. Tamin memutuskan untuk membatalkan niatnya membeli sapi tapi besok ia tetap pergi ke kota karena ia telah berjanji membelikan baju baru untuk Sumi.
Malam pun tiba dan Sumi telah terlelap di dalam kamarnya,namun Tamin dan kedua orang tuanya masih berkumpul di ruang tengah dan sedang merundingkan tentang penebusan tanah.Tamin mengeluarkan uang dari ranselnya yang akan digunakan untuk menebus sawahnya. Namun ibu tak yakin bila uang Tamin tersebut akan mampu untuk menebus sawahnya itu karena bunga pengadaian itu yang semakin tinggi. Tamin mencoba meyakinkan ibunya,ia mengelurkan sebuah kalung yang berkilau dan indah. Tamin menceritakan pada mereka bahwa kalung itu adalah satu-satunya peninggalan dari istrinya yang tela meninggal ketika melahirkan anaknya. Ibu sempat tak mau memakai kalung itu untuk menebus tanahnya kembali namun Tamin tetap memaksa. Mereka pun akhirnya setuju dengan Tamin.
Pagi telah tiba setelah membelikan baju untuk Sumi, Tamin segera pergi ke rumah Pak Jais untuk menebus tanahnya. Kini tanah yang turun temurun dari nenek moyangnya telah jadi miliknya lagi. Tamin mulai menggarap sawahnya lagi menggantikan ayahnya yang sudah tua. Ayah Tamin yang sakit parah keadaanya berangsur-angsur membaik sejak kedatangan Tamin. Dan kehidupan keluarga Tamin sekarang menjadi lebih berwarna. Setelah seharian penuh di sawah, malam harinya Tamin berbaring di atas dipan lalu pelan-pelan suaranya naik dalam lagu Asmaradana.
Ketika pagi mulai datang kembali Tamin mengisi harinya di sawah. Tamin tak kenal lelah mengerjakan sawahnya menjelang musim tanam. Setiap hari ia telah berada di sawah ketika waktu subuh sebelum matahari terbit dan pulang menjelang senja. Hari ini matahari bersinar begitu panas, Tamin menunggu kedatangan Sumi yang membawa makanan untuknya di gubuk kecil di pinggir sawahnya. Tak lama kemudian Sumi datang bersama seorang gadis yang begitu cantik. Dan ternyata gadis itu adalah Isah yang pernah diceritakan Sumi dahulu saat perjalanan ke kota. Mata Tamin tak sekedip pun berpaling dari Isah. Ia sungguh terpesona dengan kecantikan Isah. Sejak saat itu tiap siang Tamin selalu mengharapkan kedatangan Sumi bersama Isah yang juga mengirim makanan untuk ayahnya. Namun ,siang itu tak seperti biasanya,tak tampak seorang gadis datang bersama Sumi. Karena Pak Makin,ayah Isah sedang sakit.
Musim tanam telah lewat,padi di sawah Tamin pun telah tumbuh besar sehingga perlu pengairan yang cukup,tengah malam Tamin pergi ke sawah untuk mengecek pengairan dan menjaga sawahnya. Dan ia pulang pada pagi hari.ketika perjalanan ia bertemu dengan seseorang,dia adalah Pak Banji. Pak Banji mengajak Tamin berbincang-bincang. Di sela-sela pembicaraan mereka selalu terdengar tawa karena Pak Banji selalu bercanda dan membuat lelucon. Pak Banji mengajak Tamin menghadiri rapat nanti malam di balai desa untuk merundingkan perbaikan makam Gamik. Tamin meyetujui ajakan Pak Banji lalu dia pamit untuk pulang. Di belokan dekat rumahnya ia bertemu dengan Isah. Mereka berdua tak berbicara banyak. Hanya sekedar menyapa saja. Sesampainya di rumah ia langsung ditanyai oleh ibunya apakah ia menyukai Isah.Tamin hanya dia dan tersipu malu. Namun tiba-tiba Tamin teringat dengan istri dan anaknya yang telah meninggal
Pendapa kelurahan telah ramai. Hari itu adalah pertama kali Tamin menampakkan diri di antara orang ramai sejak kepulangannya. Warga – warga telah berdatangan dan musyawarah pun dimulai. Berbagai usul dari warga mulai bermunculan. Akhirnya diputuskan bahwa desa hendak memperbaiki makam Pardan dan Gamik. Pak Lurah hendak menyumbangkan semen dan kapur, Pak Jais menyediakan makanan untuk pekerja, sedangkan tiap rumah diharuskan menyumbang uang untuk membeli batu merah.
Pada saat itu Tamin dilanda rasa cemas. Ia takut apabila warga menanyainya perihal pengalamannya selama ini. Dan benar, seorang warga menanyainya. Tamin bingung ia hendak cerita apa. Dia takut kalau warga sekitar tau kalau ia tidak membantu melawan penjajah, malahan membantu Belanda untuk menindas pengacau da membersihkan sisa sisa kekuatan Jepang yang tidak mau mengalah kepada Sekutu.
Tamin berbohong kepada warga desanya. Dia tidak mau bercerita panjang lebar kepada penduduk desa. Untung saja pada waktu itu ada yang menyambung cerita Tamin. Sepulang dari Pendapa Kelurahan, perasaannya bertambah kacau. Sesampainya di rumah dia diminta Sumi untuk menembang, namun ia menolaknya. Ia malah beralasan hendak membuka jalanan air di sawah. Ia tidur di sawah. Akibatya tubuhnya jadi demam, namun itu menguntungkan baginya. Ia tidak harus mengikuti perbaikan makam Gamik.
Pada saat peresmian makam Gamik, Tamin merasa cemas. Ada seorang utusan yang menyampaikan amanat dari walikota. Tamin mengenalnya. Orang itu adalah orang yang ia kenal sewaktu menjadi heiho. Malamnya Tamin bertugas ronda. Di poskamling ia ditanyai lagi oleh penduduk yang berjaga malam itu. Persaan Tamin bertambah kacau. Di terus mengelak ketika ditanya.
Esoknya Sumi meminta Tamin untuk menceritakan pengalamannya di Gunung Cupu, Pasundan. Saat itu juga Tamin naik darah. Tanpa sadar ia menampar SumI sampai Sumi jatuh tersungkur. Tamin meminta maaf kepada Sumi, lalu kemudian langsung meninggalkan rumah.
Tamin berjalan keluar desa. Tanpa sadar perjalanannya semakin jauh. Sampai akhirnya ia sampai di tepi Begawan. Tamin hendak bunuh diri, namun tiba – tiba Ia dikagetkan oleh seorang penarik getek. Penarik getek itu menawari Tamin untuk ikut bersamanya. Akhirnya Tamin tiba di Kota. Ia bekerja di sebuah gudang.
Pada suatu hari ia bertemu dengan Pak Banji. Kebetulan Pak Banji ada keperluan di kota. Kemudian Pak Banji mengajak Tamin pulang. Pak Banji memberikan kabar bahwa ayah Tamin telah tiada. Selama Tamin pergi para warga mengerjakan sawah Tamin. Penduduk sama sekali tidak mengambil hasil dari sawah Tamin. Hal tersebut yang meyakinkan Tamin bahwa kekhawatirannya selama ini tidak masuk akal.Tamin menyesal akan perbuatannya selama ini.
Akhirnya Tamin pulang kembali ke desanya. Tamin pergi ke makam ayahnya. Ia menhadap makam ayahnya dan berjanji akan merawat sawahnya, seperti amanah ayahnya dahulu.
08018 | 899.2213 Moh p | Perpustakaan Nawasena Cendekia SMA Negeri 1 Maospati (L) | Tersedia |
08018c2 | 813 Moh p | Perpustakaan Nawasena Cendekia SMA Negeri 1 Maospati (800) | Tersedia |
08018c3 | 813 Moh p | Perpustakaan Nawasena Cendekia SMA Negeri 1 Maospati (800) | Tersedia |
06014 | 899.2213 Moh p | Perpustakaan Nawasena Cendekia SMA Negeri 1 Maospati (800) | Tersedia |
06014c2 | 899.2213 Moh p | Perpustakaan Nawasena Cendekia SMA Negeri 1 Maospati (800) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain